Di zaman dulu, pemuda Nias yang berhasil melompati batu setinggi 2 meter ini akan dianggap sebagai pria dewasa yang dapat bergabung sebagai prajurit untuk berperang serta menikah. Karena ritual lompat batu merupakan kewajiban dan dipandang sangat serius dalam adat Nias bagi semua pria suku Nias, maka sejak berumur 10 tahun, anak lelaki di Pulau Nias akan bersiap untuk melakukan giliran "fahombo" mereka.
Anak lelaki akan melompati batu tersebut untuk mendapat status kedewasaan mereka, dengan mengenakan busana pejuang Nias, menandakan bahwa mereka telah siap bertempur dan memikul tanggung jawab seorang pria dewasa. Akan tetapi, tidak semua pemuda Nias sanggup melakukannya meskipun sudah berlatih sejak kecil. Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan, ada unsur magis dari roh leluhur dimana seseorang dapat berhasil melompati batu dengan sempurna.
Lompat batu di Pulau Nias awalnya merupakan sebuah tradisi yang lahir dari kebiasaan berperang antardesa suku-suku di Pulau Nias zaman dulu karena terprovokasi oleh rasa dendam, perbatasan tanah, atau masalah perbudakan. Masing-masing desa kemudian membentengi wilayahnya dengan batu atau bambu setinggi 2 meter. Oleh karena itu, tradisi lompat batu pun lahir dan dilakukan sebagai sebuah persiapan sebelum berperang.
Batu yang harus dilompati dalam "Fahombo" berbentuk seperti sebuah monumen piramida dengan permukaan atas datar. Tingginya tidak kurang dari 2 meter, dengan lebar 90 cm, dan panjang 60 cm. Pelompat tidak hanya harus melompati tumpukan batu tersebut, tapi juga harus menguasai teknik untuk mendarat, karena jika mendarat dengan posisi yang salah, bisa menyebabkan cedera otot atau patah tulang.
Bahkan di zaman dulu, di atas permukaan batu ditutupi dengan paku dan bambu runcing, yang menunjukkan betapa seriusnya ritual ini di mata suku Nias. Secara taktis dalam peperangan, tradisi "Fahombo" ini juga berarti melatih prajurit muda untuk tangkas dan gesit dalam melompati dinding pertahanan musuh mereka, dengan obor di satu tangan dan pedang di malam hari.
Sekarang tradisi lompat batu dilakukan bukan sebagai persiapan perang antarsuku atau antardesa, tetapi sebagai ritual dan simbol budaya orang Nias. Pemuda Nias yang berhasil melakukan tradisi ini akan dianggap dewasa dan matang secara fisik sehingga dapat menikah. Kadang orang yang berhasil melakukan tradisi ini juga akan dianggap menjadi pembela desanya jika terjadi konflik.
Wisatawan yang berkunjung ke Pulau Nias bisa menikmati atraksi mengagumkan ini di beberapa tempat di Pulau Nias, seperti di Desa Bawo Mataluo (Bukit Matahari) atau di Desa Bawomataluo, Kabupaten Nias Selatan.
Sebagai salah satu wujud nyata dan upaya ikut melestarikan dan memperkenalkan lebih meluas budaya unik nusantara ini, pemerintah Republik Indonesia melalui Bank Indonesia pernah mengeluarkan uang kertas emisi tahun 1992 denominasi Rp.1000 yang menggambarkan Tradisi Lompat Batu "Fahombo" suku Nias.